Pengertian Taharah
Dalil-dalil yang menganjurkan supaya kita untuk bersuci
antara lain
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4)
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)
dan pakaianmu bersihkanlah, dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah! (QS: Al-Muddatsir:4-5)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ…
…Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri (QS:
Al-Baqoroh: 222)
Kebersihan itu sebagian dari iman (H.R Muslim dari Abu Saíad Al-Khudri)
Taharah digunakan untuk bersuci dari najis
Macam-Macam Najis dan Cara Membersihkannya
Najis mukhoffafah
Adalah najis yang ringan seperti, air seni
bayi laki-laki yang belum genap berumur dua tahun dan belum makan apapun
kecuali air susu ibunya. Cara menyucikannya cukup dengan memercikan atau
mengusapkan air yang suci pada permukaan najis. Sebagaimana sabda baginda nabi
Najis pertengahan atau najis sedang
jenis-jenis yang termasuk kedlam najis ini adalah:
a.
Bangkai binatang darat yang
berdarah sewaktu hidupnya
b.
Darah
c.
Nanah
d. Muntah
Najis mughalladhah
Di dalam fiqih najis dikelompokkan dalam 3 kategori, yakni najis mukhaffafah, najis mutawassithah, dan najis mughalladhah. Sebagaimana ditulis oleh para fuqaha dalam kitab-kitabnya, salah satunya oleh Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safiinatun Najaa:
فصل النجاسات ثلاث: مغلظة ومخففة ومتوسطةالمغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع احدهما والمخففة بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين والمتوسطة سائر النجاسات
Artinya:“Fashal, najis ada tiga macam: mughalladhah,
mukhaffafah, dan mutawassithah. Najis mughalladhah adalah najisnya anjing dan
babi beserta anakan salah satu dari keduanya. Najis mukhaffafah adalah najis
air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu dan belum
sampai usia dua tahun. Sedangkan najis mutawassithah adalah najis-najis
lainnya.”
Ketiga kategori najis tersebut masing-masing memiliki cara
tersendiri untuk menyucikannya. Namun sebelum membahas lebih jauh tentang
bagaimana cara menyucikan ketiga najis tersebut perlu diketahui istilah “najis
‘ainiyah” dan “najis hukmiyah” terlebih dahulu. Najis ‘ainiyah adalah najis
yang memiliki warna, bau dan rasa. Sedangkan najis hukmiyah tidak ada lagi
adalah najis yang tidak memiliki warna, bau, dan rasa. Dengan kata lain najis
‘ainiyah adalah najis yang masih ada wujudnya, sedangkan najis hukmiyah adalah
najis yang sudah tidak ada wujudnya namun secara hukum masih dihukumi najis.
Pengertian ini akan lebih jelas pada pembahasan tata cara menyucikan najis.
Adapun tata cara menyucikan najis sebagai berikut:
1.
Najis mughalladhah
dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali basuhan
di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum dibasuh dengan air
mesti dihilangkan terlebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya
wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau dan rasa
najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih ada di tempat yang
terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air. Untuk benar-benar
menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air sebanyak
tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Pencampuran air
dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:
Pertama, mencampur air dan debu secara
berbarengan baru kemudian diletakkan pada tempat yang terkena najis. Cara ini
adalah cara yang lebih utama dibanding cara lainnya. Kedua, meletakkan debu di
tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya, baru
kemudian dibasuh. Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena
najis, lalu memberinya debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
2.
Najis mukhaffafah
yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain
ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke
tempat yang terkena najis. Cara memercikkan air ini harus dengan percikan yang
kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan
juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah
itu barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang
dipakai untuk menyucikan harus mengalir.
3.
Najis mutawassithah
dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya.
Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian
menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus,
bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah
pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang
ada di lantai. Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa
adalah najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada
(dengan tidak adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru
kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan
menyiramkan air bisa cukup di area najis saja, dan sudah dianggap suci meski
air menggenang atau meresap ke dalam. Selanjutnya kita bisa mengelapnya lagi
agar lantai kering dan tak mengganggu orang.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/82513/tiga-macam-najis-dan-cara-menyucikannya
No comments:
Post a Comment